Thursday, September 14, 2006

Eskimo

Saling mencinta, bukan suatu jaminan untuk merasakan saling berbahagia. Untuk kebahagiaan selalu ada perbuatan pilihan yang kadang amat pribadi. Untuk cinta, sebagaimana halnya kepercayaan, tidak ada pilihan lain kecuali percaya ataukah tidak percaya. Louisa May Alcott yang penulis berkata : “Sometimes a man (woman) love with a woman (man), but happy with another”. Setidak-tidaknya di dalam kehidupan ini pasti ada satu orang yang selalu memikirkan kita, yang memperdulikan kita, yang juga selalu kita pikirkan.
Sementara itu, merasa berbahagia sangatlah mudah, seperti ucapan banyak orang: “kebahagiaan dapat tumbuh dan berkembang di mana-mana, dan sarana untuk menyuburkannya hanya berada di dalam hati sanubari kita”. Kita bisa merasa berbahagia selama kita tidak memberi kesempatan kepada datangnya kesedihan. Kebahagiaan bukanlah benda, bukan pula sejenis keberadaan, tetapi rasa. Kesedihan kita beberapa tahun yang lalu, kalau kita kenang sekarang agaknya bukan kesedihan lagi, bahkan dapat berubah menjadi keharuan, rasa bangga, dan karenanya kitapun bisa merasakan sebagi suatu bentuk kebahagiaan baru. Kesedihan karena penderitaan, dan kebahagiaan, agaknya sama-sama bersumber dan bermuara kepada yang amat rahasia, terkadang kita terisak karena sedih, tetapi kita bisa juga menangis karena merasa berbahagia walaupun sejenak.
Orang eskimo, pada malam musim dingin yang panjang, mempunyai cara unik untuk menangkap serigala liar. Beberapa pisau tajam bermata duayang sudah diolesi darah, ditanam dalam salju dengan bagian runcngnya tegak lurus. Serigala yang lapar akan datang dan menjilati darah pada pisau-pisau itu. Tetapi karena rakus, lidahnya menjadi terluka, sehingga akhirnya tanpa disadari justru serigala itu menjilati darahnya sendiri, terus-menerus, yang mengucur dari luka-lukanya, dari tubuhnya. Demikian ketagihan, nikmat dalam memuaskan rasa lapar, tanpa berhenti, tidak perduli lagi, tidak bisa membedakan mana yang darahnya sendiri dan mana yang darah binatang lain. Dan keesokan harinya, orang-orang eskimo akan menemukan serigala-serigala yang sudah mati karena kehabisan darah, meskipun perutnya mungkin penuh dengan darah, darahnya sendiri, darah yang nikmat yang dihirupnya semalaman.
Kita sering mengejar kebahagiaan, tanpa mengingat akibat yang bisa terjadi, yang biasa dialami oleh serigala-serigala malang di dekat igloo orang-orang eskimo, dan kita pun sering lupa. Kita beruntung dan patut bersyukur jika kita dapat memetik pelajaran, baik dari perjalanan hidup, tanpa sedikit pun menderita kesulitan, dari pengalaman orang lain, tanpa merasa sedih. Lousa May Alcott, di dalam satu tulisannya, ketika ditanya mengapa ia tidak nampak sedih ketika mendengar kekasihnya gugur di medan perang barat : “I am smiling, to keep from crying”. Aku (selalu) tersenyum agar jangan sampai aku menangis.
Dari beberapa kejadian yang kita alami, yang dihadapi oleh orang lain, akhirnya kita sadar bahwa ternyata kita sendiri hanyalah manusia biasa. Cinta memang tidak dapat menjamin segalanya, kecuali barangkali, cinta kita yang ikhlas, cinta kita kepada Tuhan. Manifestasinya bisa sulit, mungkin juga tidak: “Selama kita masih merasa sebagai manusia biasa, di sanalah terletak bentuk keikhlasan cinta, keimanan kita, jalan kita kepada Tuhan”. Rainer Maria Rilke bernyanyi tentang Tuhan, ia berbisik dalam sajak: “Tuhan, arti keberadaan-Mu adalah kerendahan hati”.

No comments: