Tuesday, July 24, 2007

Doa, sebuah media kontemplasi

Tersebutlah Nutan yang sangat cantik dalam Sujata, film India yang belum tentu terbilang banyak ditonton orang, menyanyi sambil berurai airmata, “Andaikata semua doa dapat dikabulkan, maka tidak akan ada lagi persoalan di mayapada.” Di sebuah kamar kost, karena besok pagi ada ujian Material Teknik, Dudung yang mahasiswa Teknik Industri, sedang mengulang-ulang ayat, yang maknanya, “Mintalah kepada-Ku. Pasti Ku-beri. Sesungguhnya Aku ini amat dekat.” Diktat kuliahnya tertindih bantal dan AlQur’an.

Dihadapannya, selembar stiker ayat suci tertulis dengan tinta warna, “Jadikanlah sholat dan sabar sebagai penolongmu.” Sholat yang termasuk di dalamnya adalah Doa. “Sholat itu mencegah dari perbuatan fasik dan munkar.” Akhir cerita, air mata Nutan memang menjadi kering, bahagia sesuai dengan keinginan sutradara film India. Dan Dudung keesokannya tidak lulus ujian, karena malamnya memang lantas tertidur. Tetapi lama setelah itu, Ia menjadi pengusaha dan pemborong bangunan, ia tidak menjadi insinyur.


Andaikata semua doa dikabulkan begitu saja seperti keinginan Nutan, betapa ributnya dunia ini. Ketika kita akan ke Bandung dari Kampung Rambutan lantas harus mencium tangan ratusan pencopet yang telah menjadi konglomerat, lengkap dengan segala atribut, hanya karena malamnya mereka sudah berdoa, ramai berwirid meminta perubahan nasib.

Di Bandara Husein Sastranegara beribu-ribu pesawat jet milik pribadi diparkir sampai ke jalan besar, karena tadi malam pembantu-pembantu rumah tangga di Bandung berdoa agar bisa mudik lebaran dengan nyaman, aman, dan cepat. Dan andaikata semua pesawat itu jadi berangkat tepat waktu tanpa pilot, sedangkan pemuka-pemuka desa belum diberitahu bahwa semua doa akan dibayar kontan, betapa sibuk mereka, di Rajapolah, Tasikmalaya, menyiapkan petugas meteorologi dan landasan pacu baru.

Doa-doa di atas baru mewakili dua golongan profesi di saat mendekati lebaran. Andaikata doa-doa manjur itu dipanjatkan oleh semua orang yang terdiri dari bermacam-macam bangsa, agama, kepercayaan, umur, ideologi, yang berbeda keperluan, bertabrakan kepentingan, dapatkah kita bayangkan secara keseluruhan keadaan dunia ini? Secara jujur, saya tidak mampu. Sebab saya tidak bisa menebak apakah keinginan muluk, doa milyaran orang Cina yang akan dipanjatkan bersama-sama.

Sedangkan apabila mereka berteriak dan bertepuk tangan saja secara serentak dalam satu hari, di manakah burung-burung di Tiongkok sempat hinggap, jika tidak mengungsi ke Rusia? Ayah Somad, yang guru mengaji, sangat pintar, juga menulis-nulis dan mengarang-ngarang doa. Ia melayani pesanan jimat apa saja. Asal untuk kebaikan, dan syaratnya harus berbuat baik, katanya. Diramunya beberapa ayat, dari kitab-kitab kuno seperti Safinatunnajah atau Mujarrabat.

Suatu ketika Somad jatuh cinta, tapi ditolak. Karena penasaran, dicurinya satu lembar tulisan Arab dari lemari, lantas dibaca berkali-kali. Sudah tiga hari tiga malam lamanya, tapi calon pacarnya tetap diam, malah Somad mencret berat. Setelah diperiksa ternyata doa yang ia baca bukan untuk menarik perhatian perempuan. Melainkan doa untuk menggampangkan kelahiran. Kita memang tidak harus lantas cepat dan mudah percaya. Mungkin ia mencret karena kurang tidur, karena masuk angin dan lain sebagainya.

Somad pula serta merta mengangkat Hamid, teman sekelasnya di SMEA, menjadi guru, karena pengetahuannya tentang doa. Waktu itu Somad sangat suka berkelahi, meski sering kalah, karena ia punya jimat dan punya bacaan doa, yang belakangan ia ketahui hanya potongan ayat Surah Yasin. Ia lantas teringat Hamid yang orang Hadramaut berkata, “Kalau ingin lebih berani, mengapa kamu hanya baca sepotong, mengapa tidak kamu baca saja seluruh isi Al Qur’an dan tafsirnya. Kalau kamu ingin merasa lebih sakti, mengapa satu lembar kertas saja yang kamu bungkus kain, mengapa tidak satu kitab Al Qur’an utuh sekalian kamu gantungkan di leher, di pintu, di dinding dan di mana-mana kamu sukai?”

Alkisah seorang ibu sebatangkara sangat sedih, bahkan lebih pedih dari pada sedih, karena kematian suaminya. Anak tunggalnya juga tiba-tiba meninggal dunia. Dengan menggendong mayat anak lelakinya ia mendatangi setiap kyai, mengemis pertolongan, minta doa agar anaknya dapat hidup kembali. Hanya satu kyai yang mau menolong, mau baca doa asalkan ibu itu membawa semangkok biji lada dari rumah seseorang yang tidak pernah bersedih, yang tidak pernah mengalami kematian keluarganya.

Anak itu lantas tidak bisa hidup kembali. Siapakah orangnya yang tidak pernah lagi merasakan susah? Rumah tangga siapakah yang tidak pernah mengalami kehilangan karena kematian, apakah itu orang tuanya atau kakeknya? Cerita ini mirip sebuah kisah dalam kitab agama Buddha dengan versi yang sama. Kyai itu kemudian berkata bahwa jika manusia mengeluh bahwa doa-doa itu tidak dikabulkan, lambat dikabulkan, atau dikabulkan tapi dinikmati orang lain, perasaan itu terjadi karena interaksi antara sifat manusia yang terburu-buru, egois, dan sempit di satu pihak, dengan sifat Allah yang Maha Adil, Maha Luas, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Jika doa tidak dikabulkan bisa juga karena Allah sayang kepada kita. Kalau doa kontan terkabul, amal baik kontan berbalas, lumrah saja jika dosa-dosa kemudian kontan diazab. Tidak dapat saya bayangkan apabila kita berkata bohong atau bergosip lantas mulut ini langsung perot. Kalau kita mencuri atau korupsi lantas tangan ini jadi cekot. Satpam yang menendang bakul jamu, lantas kakinya peot-peot. Orang yang kerjanya menggusur tanah orang, lantas ia sekeluarga serta merta tergususr dari bumi. Orang berzinah lantas sekonyong-konyong batu yang tak kepalang besarnya menimpa kepalanya, merajam seluruh tubuhnya. Orang yang bersumpah disambar petir, karena memang berbohong, lantas petir itu betul-betul membelah batok kepalanya.

Justru karena kebesaran Allah, doa dan dosa dibuat seimbang datangnya. Ditunda, karena Tuhan biasanya menghukum seseorang sesudah matinya, lantas mengapa kita terburu-buru menghukum seseorang karena kesalahan-kesalahan kecil yang terkadang tidak disengaja? Mengapa kita sering terburu-buru akan terkabulnya doa dan kutukan?
Konon perubahan pemikiran terhadap penerimaan agama biasanya dimulai di universitas dan institusi perguruan tinggi. Bisa menjadi lebih alim, bisa juga malah mutung, ketika wawasan dianggap menjadi semakin lengkap dan luas. Ketika harapan-harapan mulai mendekati kenyataan. Ketika kekecewaan hampir tidak tertangguhkan. Ketika berbagai disiplin ilmu semakin mendesak. Ketika kungkungan pikiran tradisionil semakin longgar. Ketika kita mulai yakin bahwa untuk menjadi sesuatu, tidak cukup mengandalkan kepada yang kita ketahui, tetapi tergantung juga kepada yang tidak kita pahami.

Saya akhirnya tidak menjadi bingung. Walaupun kadang dicanggih-canggihkan, pakai kemenyan atau nasi kebuli, doa adalah realita praktis. Praktis, meski kita enggan, acuh tak acuh terhadap agama, tidak pernah mengenyam pendidikan agama. Atheis, atau karena kita penganut agama Kaharingan sekalipun yang hidup di hutan-hutan. Atau kita orang-orang yang diburu. Orang-orang yang dibuang. Praktis, karena doa ternyata dapat memenuhi segenap kebutuhan psikologi manusia yang paling pokok, kata Dale Carnegie.

Doa membantu mewujudkan suatu kesulitan dalam bentuk kata-kata yang tepat. Kesulitan apapun, yang tidak jelas dan samar-samar, mustahil terpecahkan. Berdoa hakekatnya seperti menuliskan dengan jelas inti masalah di atas selembar kertas. Kalau kita memerlukan pertolongan maka kesulitan itu harus kita wujudkan dalam bentuk kata-kata. Dengan berdoa, semua yang menyedihkan hati, semua kesulitan, telah dapat kita ucapkan dengan kata-kata. Dengan kata-kata pula, kita lantas minta pertolongan Tuhan.

Doa bisa meringankan beban. Hanya sedikit orang yang kuat memikul bebannya sendirian. Menyelesaikan kesulitan sendirian. Dalam berdoa kita serahkan kesulitan kepada Tuhan. Kesulitan kita dipikul bersama, tidak sendirian. Kadang kita bingung, sedih, dan kalut, merasa tidak mampu berbuat sesuatu. Kata ahli penyakit jiwa, obat paling mujarab adalah menceritakan semua beban kita kepada orang lain, curhat istilah canggihnya. Tetapi kadang sangat pribadi sifatnya, sehingga kita jadi malu. Jika demikian, hanya kepada Tuhan, dengan doa, semua dapat kita ceritakan.

Doa mendorong untuk bertindak. Dengan berdoa lantas kita maju selangkah. Saya tidak yakin jika ada orang yang sudah berdoa berhari-hari tanpa hasil walaupun sekejap. Ia pasti lantas ingin bertindak untuk menyelesaikan persoalannya, karena hasil nyata dari sebuah doa adalah sikap, tindakan, atau “perubahan sikap bathin yang positif”.

Dokter Alexis Carrell, pemegang hadiah Nobel, pernah berkata, “Doa merupakan bentuk energi yang paling kuat yang bisa dihasilkan oleh manusia. Kekuatan ini betul-betul nyata seperti halnya daya tarik bumi. Sebagai seorang dokter saya telah benyak melihat pasien yang bebas dari penyakit dan kesedihan karena ada doa, setelah berbagai macam cara penyembuhan lain tidak berhasil. Seperti halnya radium, doa adalah sumber energi yang menghasilkan energinya sendiri, dan menyebarkan energinya sendiri.” Dalam berdoa manusia berusaha melipatgandakan energinya yang terbatas dengan jalan mengubungkan diri kepada Allah (sumber energi yang Maha tidak terbatas), yaitu kekuatan penggerak yang memutar alam semesta ini. Dengan memohon, kekosongan jiwa kita bakal terisi, sehingga kita bisa bangkit kembali, menjadi sehat bahkan menjadi kuat.

Ketika Eisenhower pagi itu berangkat ke Eropa untuk mengambil alih Komando Tertinggi, ia tidak membawa apa-apa kecuali kitab Injil, yang kelak dibacanya setiap saat, di setiap kancah pertempuran. Mahatma Gandhi bukan hanya menenun seperti yang biasa kita lihat. Dalam tiap kesempatan ia membaca Bhagawad Gita, “Tanpa doa, saya pasti sudah lama menjadi gila.”

Francis Bacon, pernah berkata, “Filsafat yang dangkal membawa orang cenderung ke atheisme, tetapi filsafat yang dalam akan membawa pikiran manusia beriman kepada Tuhan.” Jika agama tidak benar, jika agama dapat punah seperti binatang-binatangan dinosaurus, maka hidup ini tidak akan ada artinya sama sekali, bahkan hanya lelucon yang tragis.

Agama dan doa adalah sumbernya optimisme, kepercayaan, pengharapan, baik sangka serta keberanian. Oleh karena itu ketegangan, kekuatiran, kesedihan hati dan ketakutan, walaupun selalu ada, seyogyanya tidak akan mempengaruhi kita. Agama apapun, karena Tuhan memang satu, akan membangkitkan semangat, membesarkan hati, dan karenanya akan membuat orang selalu riang, damai, dan bahagia. Seorang dokter terkenal, Dr.A.A.Brill, konon memang tidak terang-terangan menyebutkan doa adalah tonikum, tapi ia kemudian pernah berkata, “Orang-orang yang taat dan patuh kepada agamanya, orang-orang yang tidak lupa selalu berdoa, tidak akan menderita neurosis atau penyakit syaraf.”

Dewasa ini banyak dokter-dokter, ahli penyakit jiwa, yang menjadi mubaligh modern. Mereka tidak mendorong kita hidup beragama supaya kita jangan masuk ke dalam api neraka di akhirat, tetapi mereka mendorong kita hidup beragama agar kita jangan sampai masuk ke dalam neraka dunia yaitu: borok perut, kejang jantung, stress, depresi, psychosomatik, gangguan syaraf, dan penyakit yang disebabkan oleh goncangan jiwa. Mereka juga mengajarkan keseimbangan.

Takut yang tidak pada tempatnya, takut yang tidak beralasan pada dasarnya adalah dosa. Dosa terhadap kesehatan. Dosa terhadap keluarga, terhadap kehidupan. Hidup bagi orang-orang yang beriman seharusnya hidup yang lebih gembira, yang lebih mantap dan yang lebih berpengharapan.

Menurut guru ngaji waktu saya di Cikampek dulu, doa-doa sebaiknya dimulai dengan rasa terima kasih (seperti halnya jika kita mulai berpidato), dilanjutkan dengan permintaan maaf dan ampun, lalu akhirnya pasrah bahwa yang harus terjadi hanyalah kehendak Allah, bukan kehendak kita. Dalam kehendak Tuhan barangkali masih ada secercah harapan, ridha lain, yang kita tidak pernah ketahui sebelumnya.

Barangkali betul juga bahwa doa bisa disebut sebagai neraca, alat ukur untuk tetap menjaga keseimbangan di dalam hidup kita, seperti yang sering kita dengar di lubuk hati yang paling dalam, yang terkadang tidak kita mengerti, karena bahasa yang dilantunkan doa adalah bahasa hati. Bukan bahasa Inggris, Jerman atau Perancis untuk sekedar menunjukkan bahwa kita manusia ‘modern’ atau ‘gaul’.

Dengan doa, di mana ada kebencian, akan bertabur kasih sayang. Di mana ada kesalahan, akan bertabur ampunan. Di mana ada keraguan akan bersemi iman. Di mana ada keputusasaan, akan tertuai harapan. Di mana ada gelap, akan bersinar terang. Di mana ada nestapa, akan berlimpah sukacita. Dengan doa, kita tidak minta dihibur, kita ingin juga menghibur. Dengan doa kita tidak minta dimengerti, tetapi berusaha untuk mengerti. Dengan doa, kita tidak minta untuk dicintai, tetapi kita ingin belajar untuk mencintai.

Sebab dengan memberi, kita dapat menerima, dengan mengampuni, kita akan diampuni. Hanya dengan melalui mati kita dapat datang ke dalam dimensi kehidupan yang abadi. Sesuatu yang pasti menghampiri, namun kita tidak tahu pasti kapan datangnya. Lantas, apa salahnya jika kita akan selalu berdoa, karena doa tidak sulit (sesulit ujian yang dihadapi Dudung tadi), karena doa bisa dikerjakan dengan diam-diam, bahkan dengan diam. Tidak akan merugi dan tak ada ruginya. Doa hadir dalam setiap sholat, dalam setiap ritual agama manapun. Dalam arti dan dalamnya makna. Lantas, apa yang perlu dikhawatirkan? Haruskah kita selalu merasa dirundung malang, sehingga kita selalu dirundung cemas?

Read More......

Wednesday, July 04, 2007

Milano

Milano atau milan di Italia tidak hanya terkenal karena ada klub sepakbola bernama Inter Milan dan AC Milan. Bukan lantaran AC Milan baru saja menjuarai Kejuaraan Eropa antar Klub Sepakbola saya kini berbicara soal kota Milan.
Lebih dari itu Milan adalah salah satu kota pusat mode di dunia. Kiblat model baju. Penyebabnya, menurut survey dan kenyataan, karena cuaca di Milan setiap saat, setiap hari, sering berubah, unpredictable kata orang. Karena cuaca sehari-hari tidak dapat dipastikan. Diramalkan panas tahu-tahu hujan turun, diramalkan terik, sekalinya mendung. Karenanya orang-orang Milan seringkali berganti-ganti kaos kaki, baju, gaun, mantel, bahkan celana dalam.

Mengapa Columbus bisa menemukan benua Amerika? Ternyata bukan karena bondo nekad, tetapi sebenarnya konon karena Columbus tidak bisa membaca peta, tidak bisa menuju ke Barat. Andaikan Columbus bisa membaca peta, mungkin ia hanya akan sampai di Bombay, dan tidak perlu bersusah payah memecah sebutir telur di hadapan sidang penentang yang mencemoohnya. Dan akan sulit kita bayangkan bagaimana benua Amerika sekarang, bagaimana nasib dan nama orang-orang Indian. Menurut beberapa ahli sejarah yang kocak, Cleopatra dapat menaklukan Marcus Antonius karena Cleopatra punya hidung pas dan bagus. Andaikata hidung Cleopatra lebih mancung satu senti atau lebih pesek satu senti, maka mereka katakan sejarah dunia bisa berubah ke arah lain.

Sesuatu bisa terjadi karena pas atau tidak pas, bisa juga terjadi karena pasti atau tidak pasti. Kalau Bondo, teman saya yang orang Situbondo bilang ndilalah, kebetulan, konon kata itu sebenarnya singkatan dari kata adiling Gusti Allah, jadi sebenarnya berarti tidak ada yang terjadi kebetulan. Lain lagi Nuki, teman saya yang pengusaha, jika berkata sering didahului oleh kata-kata; boleh jadi, sama-sama tidak tahu, belum tentu, tidak mesti, tidak ada kata harus, mesti, atau kudu. Kita sering berjalan menuju yang pasti, tetapi di dalam perjalanan itu sering tidak ada kepastian. Kita menjadi leluasa berupaya, justru karena sesuatu sering tidak dapat dipastikan.

Perusahaan asuransi, menjadi ada dan berkembang karena antara perusahaan dan perseorangan saling mempertaruhkan ketidakpastian, yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi. Selayaknya setiap sales perusahaan asuransi jiwa, untuk menarik para peminat, berjualan dengan mensitir hadits Rasulullah: hamzah qabla hamzin, berjaga-jagalah dalam yang lima sebelum datang yang lima. Agar waspada, bersiap-siap terhadap sesuatu yang tidak pasti, bersiap-siap terhadap sesuatu yang pasti.

Berjagalah selagi hidup sebelum datang kematian, berjaga-jagalah selagi muda sebelum datang ketuaan, berjaga-jagalah selagi sehat sebelum datang sakit (agar jangan mudah sakit), berjaga-jagalah selagi kaya sebelum datang kemiskinan (agar tidak miskin kembali), berjaga-jagalah selagi lapang sebelum datang kesempitan.., begitu kira-kira makna hamzah qabla hamzin. Bagaimana caranya, saya tidak banyak tahu, tetapi yang jelas kita tetap disuruh berjaga-jaga, tidak disuruh kuatir, tetapi disuruh mengerti, seperti kata Marie Curie: "Tidak ada dalam hidup ini yang perlu dikuatirkan, ia hanya harus dimengerti."

Di suatu negara yang tidak tercantum di peta, yang sepersepuluh luas kota Milan tetapi agak lebih demokratis dari sidang Columbus, DPR-nya bersidang membahas kemiskinan dan pembangunan. Ketua DPR angkat bicara, "Negara kita miskin, tidak maju, saya usulkan kita menantang perang Amerika saja, agar kita kalah, kita dijajah, lantas dimerdekakan kembali dan jadi makmur, contohnya Jepang atau Hawaii."

Hampir semua anggota setuju, kecuali seorang dari partai gurem yang bicara, "Itu gagasan baik yang pernah ada, oke kalau kita yang kalah, tetapi bagaimana kalau justru kita yang menang, mengurus negeri ini saja sudah tidak becus, apalagi nanti kalau harus mengurus Amerika Serikat dan bekas jajahannya...? Kita hanya akan menambah dosa-dosa ketidakbecusan kita."

Perang Batal, tidak pasti siapa kalah siapa menang. Kadang dengan dalih demokrasi walau benar, banyak yang tidak pasti tetapi kita kerjakan, dan yang pasti justru tidak kita kerjakan.

Read More......