Sunday, November 28, 2004

Agus Salim

Agus Salim adalah diplomat ulung yang pernah dimiliki suatu bangsa. Beliau fasih beberapa bahasa asing dan pandai berpidato, belajar sendiri tanpa guru, sering memakai sarung dan peci, berkumis dan berjanggut. Konon dalam suatu pertemuan dengan Belanda, ketika beliau naik ke atas podium, sebagian hadirin dengan riuhnya mengembik-embik, tanda tidak senang. Dengan tenang beliau membuka pidatonya : “Hadirin sekalian, barangsiapa di antara hadirin merasa dirinya seekor kambing, kami persilahkan keluar ruangan, karena pertemuan ini hanya disediakan untuk manusia, bukan untuk kambing-kambing”. Maka jadi malulah antek kolonial yang mengembik-embik.
Konon pula kabarnya ketika beliau makan malam dengan jamuan resmi dengan ratu Inggris, seorang diplomat setengah menghina bertanya: “Saya dengar kebanyakan bangsa Tuan kalau makan masih menggunakan jari tangan, kedengarannya kotor sekali, bukan seperti sendok-garpu orang Eropa atau sumpit orang Cina. Dan manakah yang paling bersih di antara ketiganya?”. Seraya melihat sekeliling, Agus Salim menjawab : “Tuan betul. Sendok-garpu memang bersih, apalagi jika dibuat dari perak. Sebelum dipakai terlebih dahulu dicuci oleh pelayan. Sumpit bersih dan amat praktis, sekali pakai bisa dibuang, bisa juga dicuci untuk dipakai lagi”.
Setelah batuk sedikit beliau melanjutkan: “Tetapi yakinkah Tuan bahwa sendok yang Tuan pakai itu benar-benar suci? Karena waktu mencucinya Tuan tidak melihatnya, bagaimana mencucinya dan air apa yang dipakai, atau kalau sebelumnya diludahi atau dikencingi pelayan pun Tuan tidak akan tahu. Sumpit begitu juga, Tuan tidak akan tahu kayu atau bambu yang dipakai ternyata beratus tahun tumbuh di atas bangkai, pupuknya tahi sapi. Tuan tidak akan tahu kalau garpu atau sumpit itu sebelum dicuci sudah dipakai oleh pelayan Tuan untuk menggaruk punggung, mengaduk comberan, membunuh coro atau menindas ketombe. Kalau sang pelayan sedang marah, semua yang buruk-buruk bisa terjadi terhadap peralatan makan Tuan, tanpa kelihatan”.
Yang hadir sudah merah padam mukanya. Tapi Agus Salim tetap melanjutkan : “Dan siapakah yang dapat meragukan kesucian dan kebersihan jari tangan kita sendiri? Kita paling tahu apa yang kita pegang, sebelum kita makan. Kita paling tahu kalau jari tangan kita sudah dipergunakan untuk mencolek lubang hidung, lubang telinga, lubang pantat atau mencolek lubang-lubang lainnya”.
Bukan soal, apakah kita mau pakai sumpit, sendok atau dengkul, silahkan pilih sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Kearifan yang bisa kita simak ialah kita diajarkan untuk selalu mengenal diri sendiri. Socrates dalam setiap kesempatan berkata: “Nosce te ipsum – kenalilah dirimu sendiri.” Al-Hallaj, Syeh Siti Jenar, dan beberapa sufi Islam berpendapat bahwa jalan untuk mengenal Tuhan adalah mengenal diri sendiri. Logis, untuk mengenal Sang Pencipta, kenalilah ciptaannya, kecuali diantara kita ada yang merasa bukan ciptaan siapa-siapa. Mengenal diri sendiri sangat luas maknanya. Sun Tzu yang ahli perang juga berkata: “Barang siapa mengenal diri sendiri dan mengenal diri musuh, maka ia sudah memenangkan separuh peperangan. Yang seperempatnya adalah mengenal medan. Seperempatnya lagi silahkan cari.

Mengenang Agus Salim, saya teringat kakek saya yang selalu menghardik dengan pepatah Belanda, agar berpakaian lebih rapi. “De kleren maken de man – pakaian membentuk seseorang”. Dan kalau kita merenggut, ditambahnya lagi: “Geleende kleren doen niemand eer – pakaian pinjaman tidak membawa kehormatan”. Jadi kenalilah diri kita sendiri, kenali diri kita yang sebenarnya seonggok barang pinjaman, yang pada saatnya pasti akan diminta kembali.

No comments: